Relokasi Merapi Menjadi Dilematis
YOGYAKARTA,(PRLM).- Relokasi bagi warga di daerah bahaya Gunung Merapi mengalami dilema dari segi lokasi tanah untuk pemukiman. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan ada dua alternatif tanah untuk relokasi. Di daerah tertentu yang terdapat tanah kesultanan (Sultan Ground), pembangunan rumah bisa di atas tanah milik Kraton Yogyakarta.
Masalahnya tanal kesultanan tidak bersifat produktif, penghuni tidak memiliki hak untuk jual-beli dan mengubah fungsi lahan dari pemukiman ke fungsi lain. Alternatif lainnya tanah kas desa. Pemda dihadapkan pada masalah harus mengganti tanah yang dialihfungsikan.
Di sela-sela meresmikan dimulainya pembangunan 300 shelter oleh Posko Jenggala Dusun Wonosari, Babadan, Kalasan, Sleman, Senin (22/11), Sultan menyatakan masalah demikian harus dipecahkan secepatnya, terutama memikirkan lokasi pemukiman permanen bagi warga yang tidak boleh kembali ke kampung di kaki Gunung Merapi.
Berdasarkan pendataan Pemda Sleman, rumah baru permanen yang dibutuhkan bagi warga berkisar antara 2.348 sampai 2.526 unit rumah. Sementara belum diperoleh tanah untuk hunian sebanyak itu, shelter atau hunian sementara akan dibangun di Sultan Ground maupun tanah kas desa di sejumlah tempat, disesuiakan dengan kedekatan kampung lama.Warga dari Desa Umbulharjo dibangunkan shelter di Dusun Plosokerep 283 unit, Desa Kepuharjo di Dusun Pagerjurang 826 unit, Desa Glagaharjo di Dusun Banjarsari 802 unit, Desa Wukirsari di Dusun Srodokan 340 unit dan Desa Argomulyo di Dusun Kowang 258 unit, Kecamatan Ngemplak Desa Sindumartani di bangun di Lapangan Bimo sejumlah 15 unit.
Sultan menargetkan Pemkab Sleman bersama Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta bisa menemukan tanah sesuai kebutuhan sebelum tanggap darurat Merapi memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Apabila tanah kas desa harus dipakai untuk pemukiman, pemda harus mencari tanah pengganti.
Sultan mengajak para pengusaha untuk partisipasi dalam pembangunan shelter saat ini maupun relokasi pada tahap berikutnya. Shelter untuk rumah tinggal berukuran 4x7 meter dengan fasilitas dua kamar tidur, satu kamar mandi, cuci, dan kakus (MCK), satu ruang tamu, ditambah delapan meter tanah sebagai lahan ternak dan halaman. Satu unit shelter dianggarkan Rp 6 juta hingga Rp 7 juta. Pembangunan 300 unit tahap awal diprakarsai oleh lembaga swadaya masyarakat Posko Jenggala dan partisipasi berbagai pihak, menggunakan tanah kas desa.
Sedang Kepala BNPB Syamsul Maarif mengklaim shelter bagian dari program institusinya, berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, yang menyiapkan lahan. Dia minta semua pihak untuk koordinasi dalam urusan ini agar pelaksanaan dalam satu komando. “Pengusaha membantu (shelter), jangan membangun sendiri-sendiri. Niat yang bagus juga harus dengan cara yang bagus,” kata dia.
Saat ditanya wartawan dia membantah BNPB tidak serius bekerja. Setiap hari, dia dan jajarannya rapat, mendengarkan keluhan warga dari Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten. Rapat itu bagian dari bekerja, dan bekerja bukan harus mengangkat kayu-kayu dan sejenisnya.
sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Selain banjir lahar dingin , kawasan lereng Gunung Merapi juga diguyur hujan es , Kamis ( 20/1) . Jalan raya Magelang – Yogyakarta ditut...
-
Jumat, 26 November 2010 18:28 WIB Probolinggo: Aktivitas Gunung Bromo di Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (26/11) sekitar pukul 17.40 Wakt...
-
24/11/2010 23:52 Sleman : Warga Dusun Babadan, Girikerto Turi, Sleman, Yogyakarta, kesulitan memperoleh air bersih pascaerupsi Gunung Mer...
-
Sleman: Gunung Merapi kembali mengeluarkan awas panas pada pukul 18:13 WIB petang tadi, Kamis (28/10). Hembusan awan panas atau wedus gemb...
-
Kamis, 18 November 2010 | 21:58 WIB Awan panas Gunung Merapi terlihat dari Desa Pakis. Tempo/Andry Prasetyo TE...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar