Kubah Lava terus Membesar
Rabu, 20 Oktober 2010 16:24 WIB Penulis : Wijayadi
BOYOLALI--MICOM: Relawan Merapi Selo semakin mengintensifkan sosialisasi ke tiga desa zona merah, terutama di 3 dukuh di Desa Tlogolele yang merupakan pemukiman terdekat puncak Merapi.
Hal ini seiring keluarnya pernyataan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian ( BPPTK ) Yogjakarta yang menyebutkan, telah terjadi pembengkakan kubah lava yang semakin merata dan melingkar, sehingga jika sampai terjadi erupsi atau letusan, akan sagat membahayakan warga yang bermukim di kawasan cincin Merapi.
"Ketika BPPTK memberikan sinyal efek bahaya erupsi Merapi saat ini kemungkinan akan sangat dahsyad seperti letusan 1930 yang menelan banyak korban, kami mencoba kilas balik letusan gunung itu pada 1954 yang menerjang dukuh Pencar, Jrakah dan menewaskan 60-an warga. Karena itu relawan Selo berinsiatif meningkatkan sosialisasi," tukas koordinator relawan Merapi Selo, Luwarno kepada Media Indonesia, di Tlogolele, Rabu (20/10).
Mantan Camat Selo ini menyatakan, intensitas sosialisasi kepada warga yang tinggal di kawasan bencana merapi menjadi sangat penting sekali, karena mereka yang bermukim di tiga dukuh terdekat puncak Merapi yakni Dukuh Setabelan, Belang, dan Takeran, Desa Selo, ternyata belum pernah sekali pun naik ke puncak, karena faktor kepercayaan kuno.
"Kalau tidak diberi gambaran gamblang situasi atas puncak, terutama terkait perubahan kubah lava yang bisa meruntuhkan jutaan
meter kubik lahar yang bisa menerjang pemukiman mereka, ribuan warga tiga dukuh itu tidak akan paham. Padahal, letusan 1954 melenyapkan 60 jiwa warga Dukuh Pencar yang tidak jauh dari dukuh Setabelan, karena ketidaktahuan warga tetang situasi puncak Merapi," imbuhnya.
Luwarno menilai, Pemkab Boyolali masih kurang dalam sosialisasi tentang bahaya bencana Merapi, sehingga perlu dibantu. Para relawan Merapi Selo saat ini telah menyebar dan membuat pos-pos di tiga desa kawasan rawan bencana yakni Jrakah, Klakah dan Tlogolele. Mereka terus memberikan pemahaman dan pelatihan evakuasi. " Kita terus bergerak, termasuk membagikan masker untuk warga," tandas dia lagi.
Sementara itu Maryono,74 warga dukuh Setabelan menyatakan, jika sampai terjadi letusan Merapi, diyakini tidak akan membahayakan desanya yang hanya berjarak 3,5 km dari puncak gunung. " Setabelan itu letaknya di bagian kemaluan Merapi, sehingga aman kalau sampai terjadi letusan. Namun meski aman, saya akan manut jika dibawa ke tempat pengungsian," ujarnya.
Camat Selo Jiwan Sutopo menyatakan, pihak Muspika terus melakukan koordinasi dengan Kesbanglinmas Kabupaten yang menjadi koordinator penanggulangan bencana Merapi. "Semua data sudah kita laporkan, baik itu menyangkut jumlah warga, hewan ternak yang perlu dievakuasi, dan juga menyangkut logistik dan keperluan kesehatan sudah kami laporkan. Saat ini kami terus memantau perkembangan Merapi," ungkap Jiwan.
Sedang Petugas Pos Pengawas Jrakah, Tri Mujiyanto menyatakan, pantauan baik visual maupun melalui piranti seismograf terus diintensifkan dan dikoordinasikan denga BPPTK. "Kami tidak pernah kendor, seiring pantauan peralatan BPPTK Yogjakarta menunjukkan aktivitas meningkat, walau masih dalam status Waspada Level II. Kami juga terus mengamati secara visual, meski kabut sering menghalangi," timpalnya. (OL-3)
Hal ini seiring keluarnya pernyataan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian ( BPPTK ) Yogjakarta yang menyebutkan, telah terjadi pembengkakan kubah lava yang semakin merata dan melingkar, sehingga jika sampai terjadi erupsi atau letusan, akan sagat membahayakan warga yang bermukim di kawasan cincin Merapi.
"Ketika BPPTK memberikan sinyal efek bahaya erupsi Merapi saat ini kemungkinan akan sangat dahsyad seperti letusan 1930 yang menelan banyak korban, kami mencoba kilas balik letusan gunung itu pada 1954 yang menerjang dukuh Pencar, Jrakah dan menewaskan 60-an warga. Karena itu relawan Selo berinsiatif meningkatkan sosialisasi," tukas koordinator relawan Merapi Selo, Luwarno kepada Media Indonesia, di Tlogolele, Rabu (20/10).
Mantan Camat Selo ini menyatakan, intensitas sosialisasi kepada warga yang tinggal di kawasan bencana merapi menjadi sangat penting sekali, karena mereka yang bermukim di tiga dukuh terdekat puncak Merapi yakni Dukuh Setabelan, Belang, dan Takeran, Desa Selo, ternyata belum pernah sekali pun naik ke puncak, karena faktor kepercayaan kuno.
"Kalau tidak diberi gambaran gamblang situasi atas puncak, terutama terkait perubahan kubah lava yang bisa meruntuhkan jutaan
meter kubik lahar yang bisa menerjang pemukiman mereka, ribuan warga tiga dukuh itu tidak akan paham. Padahal, letusan 1954 melenyapkan 60 jiwa warga Dukuh Pencar yang tidak jauh dari dukuh Setabelan, karena ketidaktahuan warga tetang situasi puncak Merapi," imbuhnya.
Luwarno menilai, Pemkab Boyolali masih kurang dalam sosialisasi tentang bahaya bencana Merapi, sehingga perlu dibantu. Para relawan Merapi Selo saat ini telah menyebar dan membuat pos-pos di tiga desa kawasan rawan bencana yakni Jrakah, Klakah dan Tlogolele. Mereka terus memberikan pemahaman dan pelatihan evakuasi. " Kita terus bergerak, termasuk membagikan masker untuk warga," tandas dia lagi.
Sementara itu Maryono,74 warga dukuh Setabelan menyatakan, jika sampai terjadi letusan Merapi, diyakini tidak akan membahayakan desanya yang hanya berjarak 3,5 km dari puncak gunung. " Setabelan itu letaknya di bagian kemaluan Merapi, sehingga aman kalau sampai terjadi letusan. Namun meski aman, saya akan manut jika dibawa ke tempat pengungsian," ujarnya.
Camat Selo Jiwan Sutopo menyatakan, pihak Muspika terus melakukan koordinasi dengan Kesbanglinmas Kabupaten yang menjadi koordinator penanggulangan bencana Merapi. "Semua data sudah kita laporkan, baik itu menyangkut jumlah warga, hewan ternak yang perlu dievakuasi, dan juga menyangkut logistik dan keperluan kesehatan sudah kami laporkan. Saat ini kami terus memantau perkembangan Merapi," ungkap Jiwan.
Sedang Petugas Pos Pengawas Jrakah, Tri Mujiyanto menyatakan, pantauan baik visual maupun melalui piranti seismograf terus diintensifkan dan dikoordinasikan denga BPPTK. "Kami tidak pernah kendor, seiring pantauan peralatan BPPTK Yogjakarta menunjukkan aktivitas meningkat, walau masih dalam status Waspada Level II. Kami juga terus mengamati secara visual, meski kabut sering menghalangi," timpalnya. (OL-3)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar